Teori Yang Berhubungan (Landasan
Teori)
1. Pengertian Pajak
Definisi pajak yang diberikan oleh Soemahamidjaja
(1964) dalam desertasinya yang berjudul: “Pajak berdasarkan asas
gotong royong”. Pendapat lain mengatakan bahwa pajakadalah:
“iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalammencapai kesejahteraan umum.” (Munawir 1992:2).
“iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalammencapai kesejahteraan umum.” (Munawir 1992:2).
Sedangkan definisi pajak menurut Soemitro, adalah:
“iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir
ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa
timbal balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”(Tjahjono & Husein 2000:3).
timbal balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”(Tjahjono & Husein 2000:3).
2. Ciri-ciri yang Melekat pada
Pengertian Pajak
* Yang berhak memungut pajak adalah
negara, dalam hal ini adalah pemerintah Pusat maupun Pemerintah
daerah .
* Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan
undang-undang serta aturan-aturan pelaksanaannya (yang dapat dipaksakan);
dalam arti bahwa jika utang pajak
tersebut tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan tindakan keras (hard collection) seperti dengan surat paksa
tersebut tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan tindakan keras (hard collection) seperti dengan surat paksa
dan sita maupun penyanderaan terhadap Wajib Pajak.
* Dalam pembayaran pajak-pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya timbal balik secara langsung oleh pemerintah.
* Pajak tersebut akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara rangka mencapai kesejahteraan umum.
3. Timbulnya Utang Pajak
Terdapat dua ajaran mengenai saat timbulnya utang
pajak, yaitu:
Ajaran materiil.
Menurut ajaran
materiil utang pajak timbul karena undang-undang pajak dan
peristiwa/keadaan/perbuatan, dan bukan karena ketetapan oleh fiskus.
Sesuai dengan ajaran materiil ini, saat terutangnya pajak penghasilan adalah:
Sesuai dengan ajaran materiil ini, saat terutangnya pajak penghasilan adalah:
a) Pada suatu saat, untuk pajak
penghasilan yang dipotong pihak ketiga .
b) Pada akhir masa, untuk pajak penghasilan
karyawan yang oleh pemberi kerja atau oleh pihak lain ataskegiatan usaha.
c) Pada akhir tahun pajak untuk pajak
penghasilan.
Ajaran formil.
Menurut ajaran formil, utang pajak timbul saat fiskus menerbitkan surat ketetapan kepada Wajib Pajak/Penanggung pajak. Apa dasar hukum penetapan dan ketetapan pajak? Dasar Hukumnya, yaitu :
Menurut ajaran formil, utang pajak timbul saat fiskus menerbitkan surat ketetapan kepada Wajib Pajak/Penanggung pajak. Apa dasar hukum penetapan dan ketetapan pajak? Dasar Hukumnya, yaitu :
a) Undang-Undang Nomor 16
TAHUN 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan
b) Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak,tanggal 12
desember 1994.
c) Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan
Sanksi Administrasi Dan Pengurangan atau Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal
22 Desember 2000.
d) Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP – 18/PJ.24/1995 Tentang Perubahan atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP –
05/PJ.24/1995 Tanggal 3 Februari 1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan
Surat Ketetapan Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tanggal 5 Mei 1995.Apa saja
jenis-jenis penetapan dan ketetapan pajak?Macam-macam Penetapan dan
Ketetapan Pajak :
1. Surat Tagihan Pajak ( STP ) (
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 ).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (
SKPKB ) ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) ( Pasal 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (
SKPLB ) ( Pasal 17 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ).
5. Surat ketetapan Pajak Nihil ( SKPN )
( Pasal 17 A Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000)
Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa. Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa.
Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa. Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa.
Penetapan dan Ketetapan
Pajak Serta Keberatan dan Banding
1. Penetapan Pajak
Daluarsa Penetapan Pajak
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Penentuan masa 10 tahun ini sesuai dengan
ketentuan daluwarsa penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen
yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak.Mulai 1 Januari 2008,
daluwarsa penetapan pajak ditentukan menjadi 5 (lima) tahun sejak akhir Masa
Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
|
2. Ketetapan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya
pajak yang terutang dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan
(SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya
terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian
SPT atau karena ditemukannya data ? skal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Ketetapan pajak
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a. Sarana untuk melakukan
koreksi terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materil dalam
memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan
sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk
melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk
mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk
memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-jenis Ketetapan Pajak
a. Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak.
Surat tagihan pajak
Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal :
a. Pajak Penghasilan dalam
tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. Dari hasil penelitian SPT
terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. WP dikenakan sanksi
administrasi denda atau bunga; Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikilkuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
d. Pengusaha yang tidak
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak, dan
e. Pengusaha Kena Pajak
tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan
dengan Surat Paksa.
Mulai 1 Januari 2008, Surat Tagihan Pajak (STP)
juga dapat diterbitkan dalam hal :
1) Pengusaha Kena Pajak
melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak
dikenai sanksi.
2) Pengusaha Kena Pajak yang gagal
berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan diwajibkan membayar
kembali.
3. Keberatan
Tata Cara Pengajuan Keberatan
a. Yang dimaksud dengan
“Keberatan”
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa
kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau
atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat
mengajukan keberatan.
b. Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB);
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT);
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5) Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak
ketiga
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang
terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk
satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak
memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi
pajak yang harus dibayar palingsedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal
dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
a. Untuk surat keberatan
yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung
sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan
yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan
dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti
pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling
lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus
memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu
12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan
keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah
besarnya jumlah pajak terhutang.
ü Permintaan Penjelasan/Pemberian
Keterangan Tambahan
a. Untuk keperluan pengajuan
keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib
memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan,
pemotongan, atau pemungutan.
b. WP dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya
diterbitkan.
4. Banding
Surat Keputusan Keberatan tidak dapat
menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib
Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke
Pengadilan Pajak.
Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan
yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Pengadilan
Pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa
Indonesia,
b. Dalam jangka waktu 3
bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri salinan Surat
Keputusan atas keberatan.
e. Terhadap satu keputusan
diajukan satu surat banding,
f. Jumlah pajak yang
terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan
Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
ü Yang dapat Mengajukan Banding ke Pengadilan
Pajak
1. Bagi Wajib Pajak
Badan oleh Pengurus;
2. Bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi adalah yangbersangkutan atau ahli warisnya;
3. Kuasa Hukum dari
butir diatas.
Surat Uraian Banding
Surat uraian banding adalah adalah surat
terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan
banding yang diajukan oleh pemohon banding. Putusan Banding
merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta
bukan Keputusan Tata Usaha Negara.
Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase
Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib
Pajak. Berdasarkan penelitian DJP sendiri, keputusan banding yang
membatalkan surat ketetapan pajak dikarenakan lemahnya
proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Artinya,
banyak pemeriksaan pajak yang melakukan pemeriksaan tanpa dasar yuridis
dan argumentasi yang kuat. Inilah kesempatan Wajib Pajak, walaupun
untuk mencapai banding ini harus melalui jalan yang berliku.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan
banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan
pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bungasebesar 2% sebulan,
untuk selama-lamanya 24 bulan.
C. Pembetulan Ketetapan Pajak,
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak
1. Pembetulan Ketetapan Pajak
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam
ketetapan pajak yang tidak mengandung persengketaan antara skus dan Wajib
Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau
atas permohonan Wajib Pajak.
2. Kesalahan atau kekeliruan
dalam Ketetapan Pajak yang dapatdibetulkan
Ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak, terbatas
pada kesalahan atau kekeliruan dari:
a) Kesalahan tulis antara lain :
kesalahan yang dapat berupa penulisan nama, alamat, NPWP, nomor surat ketetapan
pajak, Jenis Pajak, Masa atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo;
b) Kesalahan hitung, yang berasal dari
penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu
bilangan;
c) Kekeliruan dalam penerapan tarif,
penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, penerapan sanksi
administrasi, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghitungan PPh dalam tahun
berjalan, dan pengkreditan pajak.
3. Ketetapan Pajak yang Dapat Dibetulkan
Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena
kesalahan atau kekeliruan, antara lain:
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB);
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT);
c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB);
d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e) Surat Tagihan Pajak (STP);
f) Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak;
g) Surat Keputusan Keberatan;
h) Surat Keputusan Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi;
i) Surat Keputusan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
4. Jangka Waktu Penyelesaian Permohonan
Wajib Pajak
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberikan keputusan.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan tersebut
dianggap diterima.
Mulai 1 Januari 2008, jangka waktu penyelesaian
permohonan pembetulan Wajib Pajak harus diselesaikan oleh Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan
pembetulan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan
yang diajukan dianggap dikabulkan.
5. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi
a) Direktur Jenderal Pajak karena
jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapus
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang ternyata dikenakan
karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
b) Permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi harus memenuhi ketentuan :
ü Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan;
ü Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak
melalui Kantor Pelayanan Pajak yang mengenakan sanksi administrasi tersebut;
ü Tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak diterbitkannya STP, SKPKB atau SKPKBT, kecuali apabila WP dapat
menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan
diluar kekuasaannya;
ü Tidak mengajukan keberatan atas ketetapan
pajaknya dan diajukan atas suatu STP; suatu SKPKB atau suatu SKPKBT.
c) Direktur Jenderal Pajak harus memberi
keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila
jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan maka permohonan dianggap diterima.
6. Pengurangan atau Pembatalan
Ketetapan Pajak yang Tidak Benar
a) Direktur Jenderal Pajak karena
jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan
ketetapan pajak yang tidak benar;
b) Permohonan pengurangan atau pembatalan
ketetapan pajak yang tidak benar harus memenuhi ketentuan:
*Diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia untuk suatu surat ketetapan pajak;
*Menyebutkan jumlah pajak yang menurut
penghitungan Wajib Pajak seharusnya terhutang.
c) Direktur Jenderal Pajak harus memberi
keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar paling lama 12 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila
jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi
keputusan maka permohonan dianggap diterima.
Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
:
a) Untuk keperluan pengajuan permohonan,
Wajib Pajak dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan, dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KKPP) wajib menjawabnya secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan, pemotongan atau pemungutan.
Catatan :
a) Wajib Pajak harus tetap memperhatikan jangka
waktu pengajuan permohonan di atas.
b) Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan atas permohonan diterbitkan.
KESIMPULAN
Sistem pemungutan pajak kita sekarang ini menganut
sistem self assessment yaitu Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang
terutang dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pembe-ritahuan (SPT)
yangdisampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya
data fisik yang tidak dilaporkan oleh WP. Dengan demikian, Ketetapan Pajak
berfungsi sebagai:
1. Koreksi atas jumlah pajak yang
terutang menurut SPT WP;
2. Sarana untuk mengenakan sanksi;
3. Sarana untuk menagih pajak;
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan
pajak dalam hat lebih bayar;
5. Sarana untuk memberitahukan
jumlah pajak yang terutang.
Apabila Wajib pajak tidak puas dengan penetapan dan
ketetapan pajak yang telah dibuat, maka Wajib pajak tersebut memiliki hak untuk
mengajukan keberatan. Namun, bila wajib pajak juga belum puas dengan keputusan
keberatan yang telah diajukannya, maka Wajib pajak tersebut masih bias
mengajukan banding pada Badan Peradilan Pajak.
SARAN
Adapun saran-saran yang dapat penyusun sampaikan
melalui makalah perpajakan ini, yaitu ;
a. Di dalam perpajakan dikenal tarif dan
perhitungan pajak untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa (i) seharusnya
cara-cara tersebut diajarkan melalui perkuliahan yang telah dilakukan.
b. Untuk memperlancar proses perkuliahan
perpajakan perlu di berikan bahan/materi panduan kuliah berupa buku paket/photo
copy agar para mahasiswa (i) memiliki bahan bacaan perpajakan yang bisa
dijadikan acuan untuk mengetahui lebih dalam tentang perpajakan.
REFERENSI :
REFERENSI :
Ahmad,Tjahyono dan Fakhri
Huesin.2000.Perpajakan,Edisi Ketiga.Jogjakarta
Waluyo.2004. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat
Achmad Tjahyono Dan Triono Wahyudi.2005.Perpajakan
Indonesia Edisi Kedua.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
www.google.com.searcharticle:
Penetapan dan Ketetapan Pajak serta Keberatan dan Banding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar