PAJAK merupakan penghasilan negara yang berasal dari rakyat dan
merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara.
Penghasilan tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum mencakup
kepentingan pribadi individu seperti: kesehatan, pendidikan dan kesejahteran .
Adanya kepentingan masyarakat tersebut menimbulkan pungutan pajak sehingga
pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Pajak mengurangi penghasilan
kekayaan individu akan tetapi sebaliknya, perolehan pajak merupakan penghasilan
masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pembangunan-pembangunan
yang pada akhirnya dikembalikan lagi kepada seluruh masyarakat.
Dalam pungutan
pajak, terdapat pihak-pihak (orang maupun badan) yang dikenakan pajak atau
disebut sebagai Subyek Pajak sedangkan segala sesuatu yang akan dikenakan pajak
disebut sebagai Obyek Pajak. Penentuan Subyak dan Obyek Pajak dilihat dari
jenis pajak yang dipungut seperti: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dalam media ini akan mencoba untuk share bersama-sama tentang perpajakan terutama pada Pajak Bumi Bangunan.
Pengertian
Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau
bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Objek
PBB
Objek PBB adalah
“Bumi dan atau Bangunan”:
- Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
- Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek
Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang
tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
- Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
- Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjek
Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak
adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Cara
Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan
yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan
formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP
atau KP2KP setempat.
Dasar
Pengenaan PBB
Dasar pengenaan
PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah
berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
Bupati/Walikota serta memperhatikan :
- harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
- perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
- nilai perolehan baru;
- penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah
batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP
untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
- Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar
Penghitungan PBB
Dasar
penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya
persentase NJKP adalah sebagai berikut :
- Objek pajak perkebunan adalah 40%
- Objek pajak kehutanan adalah 40%
- Objek pajak pertambangan adalah 40%
- Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Tarif
PBB
Besarnya tarif
PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus
penghitungan PBB = Tarif x NJKP
- Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
- = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
- Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
- = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tempat
Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang
telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak
(SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat
Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang
telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Saat
Yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang
menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1
Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang
terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh:
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAWASAN
PEMINDAHBUKUAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA TEMPAT PEMBAYARAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
- Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disingkat PBB, adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan.
- Tempat Pembayaran PBB, yang selanjutnya disingkat TP PBB, adalah Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dan memindahbukukan hasil penerimaan PBB ke Bank Persepsi/Pos Persepsi.
- Bank Persepsi/Pos Persepsi, yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi, adalah Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP PBB dan melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank Operasional III.
- Kantor Pelayanan Pajak Pratama, yang selanjutnya disingkat KPP Pratama, adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan.
- Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disingkat SSPBB adalah Surat Setoran atas pembayaran atau penyetoran PBB Sektor Pedesaan, Perkotaan dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi atau Pos Persepsi.
Pasal 2
(1) | TP PBB wajib membukukan seluruh pembayaran/penyetoran PBB pada hari kerja yang bersangkutan. |
(2) | TP PBB wajib memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Pos Persepsi setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur. |
(3) | Khusus untuk minggu terakhir tahun anggaran, Pemindahbukuan saldo penerimaan PBB ke Bank/Pos Persepsi dilaksanakan secara harian. |
Pasal 3
(1) | TP PBB wajib menyampaikan:
|
(2) | TP PBB wajib menyampaikan rincian penerimaan PBB per Nomor Objek Pajak ke KPP Pratama paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal dilakukannya pemindahbukuan penerimaan PBB minggu terakhir setiap bulan ke Bank/Pos Persepsi. |
Pasal 4
(1) | KPP Pratama mengawasi ketepatan waktu penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(2) | KPP Pratama meneliti kesesuaian jumlah nominal penerimaan PBB yang dipindahbukukan oleh TP PBB dengan melaksanakan rekonsiliasi data penerimaan PBB. |
Pasal 5
(1) | Dalam hal ditemukan ketidakcocokan jumlah nominal penerimaan PBB yang dipindahbukukan oleh TP PBB atas hasil rekonsiliasi data penerimaan PBB sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2), KPP Pratama melakukan konfirmasi ke TP PBB dengan mengirimkan Surat Konfirmasi. |
(2) | TP PBB menjawab Surat Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Surat Konfirmasi diterima. |
(3) | Apabila TP PBB tidak menjawab Surat Konfirmasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka TP PBB yang bersangkutan dianggap menyetujui hasil rekonsiliasi data penerimaan PBB. |
Pasal 6
Dalam hal ditemukan kesalahan TP PBB sehingga penerimaan PBB terlambat atau tidak dipindahbukukan ke Bank/Pos Persepsi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2, KPP Pratama dapat mengenakan sanksi administrasi kepada TP PBB dimaksud sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2007 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Lain-lain
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3569) yang terkait dengan peraturan pelaksanaan mengenai Perdesaan
dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013,
sepanjang belum ada Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang
terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan.
Sumber Referensi :
(http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb)
(http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15163)
(http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15163)