Kamis, 13 Juni 2013

Pajak Bumi Bangunan / PBB


PAJAK merupakan penghasilan negara yang berasal dari rakyat dan merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum mencakup kepentingan pribadi individu seperti: kesehatan, pendidikan dan kesejahteran .
  
Adanya kepentingan masyarakat tersebut menimbulkan pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Pajak mengurangi penghasilan kekayaan individu akan tetapi sebaliknya, perolehan pajak merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pembangunan-pembangunan yang pada akhirnya dikembalikan lagi kepada seluruh masyarakat.

Dalam pungutan pajak, terdapat pihak-pihak (orang maupun badan) yang dikenakan pajak atau disebut sebagai Subyek Pajak sedangkan segala sesuatu yang akan dikenakan pajak disebut sebagai Obyek Pajak. Penentuan Subyak dan Obyek Pajak dilihat dari jenis pajak yang dipungut seperti: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dalam media ini akan mencoba untuk share bersama-sama tentang perpajakan terutama pada Pajak Bumi Bangunan.

Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
  2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
 
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • memiliki bangunan, dan atau;
  • menguasai bangunan, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.

Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
  1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
  2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
  3. nilai perolehan baru;
  4. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
  2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
    • apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
    • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
  1. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
  2. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh:
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.



PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PEMINDAHBUKUAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

            
Pasal 1
      
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disingkat PBB, adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan.
  2. Tempat Pembayaran PBB, yang selanjutnya disingkat TP PBB, adalah Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dan memindahbukukan hasil penerimaan PBB ke Bank Persepsi/Pos Persepsi.    
  3. Bank Persepsi/Pos Persepsi, yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi, adalah Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP PBB dan melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank Operasional III. 
  4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama, yang selanjutnya disingkat KPP Pratama, adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan.    
  5. Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disingkat SSPBB adalah Surat Setoran atas pembayaran atau penyetoran PBB Sektor Pedesaan, Perkotaan dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi atau Pos Persepsi.

          
Pasal 2

(1) TP PBB wajib membukukan seluruh pembayaran/penyetoran PBB pada hari kerja yang bersangkutan.
(2) TP PBB wajib memindahbukukan saldo penerimaan PBB ke Bank/Pos Persepsi setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur.
(3) Khusus untuk minggu terakhir tahun anggaran, Pemindahbukuan saldo penerimaan PBB ke Bank/Pos Persepsi dilaksanakan secara harian.

          
Pasal 3

(1) TP PBB wajib menyampaikan:
  1. Surat Tanda Terima Setoran lembar untuk KPP Pratama;
  2. SSPBB lembar ketiga; dan
  3. Tembusan Laporan Mingguan Penerimaan PBB yang dirinci per Desa/Kelurahan;
ke KPP Pratama paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal dilakukannya pemindahbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) TP PBB wajib menyampaikan rincian penerimaan PBB per Nomor Objek Pajak ke KPP Pratama paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal dilakukannya pemindahbukuan penerimaan PBB minggu terakhir setiap bulan ke Bank/Pos Persepsi.

          
Pasal 4

(1) KPP Pratama mengawasi ketepatan waktu penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) KPP Pratama meneliti kesesuaian jumlah nominal penerimaan PBB yang dipindahbukukan oleh TP PBB dengan melaksanakan rekonsiliasi data penerimaan PBB.

          
Pasal 5

(1) Dalam hal ditemukan ketidakcocokan jumlah nominal penerimaan PBB yang dipindahbukukan oleh TP PBB atas hasil rekonsiliasi data penerimaan PBB sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (2), KPP Pratama melakukan konfirmasi ke TP PBB dengan mengirimkan Surat Konfirmasi.
(2) TP PBB menjawab Surat Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Surat Konfirmasi diterima.
(3) Apabila TP PBB tidak menjawab Surat Konfirmasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka TP PBB yang bersangkutan dianggap menyetujui hasil rekonsiliasi data penerimaan PBB.

          
Pasal 6
          
Dalam hal ditemukan kesalahan TP PBB sehingga penerimaan PBB terlambat atau tidak dipindahbukukan ke Bank/Pos Persepsi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2, KPP Pratama dapat mengenakan sanksi administrasi kepada TP PBB dimaksud sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2007 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.

          
Pasal 7
          
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Lain-lain
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569) yang terkait dengan peraturan pelaksanaan mengenai Perdesaan dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, sepanjang belum ada Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan.

 Sumber Referensi :
(http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb)
(http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15163)

Kamis, 11 April 2013

Surat Ketetapan Pajak / SKP

SKP what is that ? ?
Do you Know ? ? ? ! !

Surat Ketetapan Pajak / SKP merupakan surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan (pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.

Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.


Surat Ketetapan Pajak merupakan surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan (pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.
Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

Berdasarkan SPTPD yang disampaikan oleh wajib pajak, kepala daerah akan melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan penetapan pajak untuk menentukan apakah kewajiban pajak yang terutang telah dilakukan sebagaimana mestinya. Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, kepala daerah dapat menerbitkan :
1.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB).
2.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) dan
3.      Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).

Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada wajib pajak tertentu yang disebabakan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Ketentuan ini ditujukan kepada wajib pajak baik yang membayar sendiri pajak terutang berdasar sistem self assessment maupun yang ditetapkan oleh kepala daerah. Ketentuan penerbitan surat ketetapan pajak memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus tertentu. Khusus untuk SKPDKB dan SKPDKBT diterbitkan hanya terhadap wajib pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material.

Ketentuan penerbitan surat ketetapan pajak memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus tertentu. Khusus untuk SKPDKB dan SKPDKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Dengan demikian, penerbitan surat ketetapan pajak hanya dilakukan terhadap wajib pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material.

1. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
            SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
            SKPDKB diterbitkan dalam hal terjadi keadaan sebagaimana di bawah ini:
  1. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak daerah yang terutang tidak atau kurang dibayar.
Contoh seorang wajib pajak menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 1998. Dalam jangka waktu paling lama lima tahun, berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa SPTD yang disampaikan tidak benar. Atas pajak terutang yang kurang bayar tersebut, kepala daerah dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administrasi.
  1. apabila SPTPD tidak disampaikan kepada kepala daerah dalam jangka waktu tertentu dan telah ditegur secara tertulis. Contoh : seorang wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD pada tahun 1998. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu wajib pajak belum juga menyampaikan SPTPD, dalam jangka waktu paling lama lima tahun kepala daerah dapat menerbitkan SKPDKB atas pajak yang terutang.
  2. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. Yang dimaksud kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi dapat terjadi karena dua kemungkinan yaitu SPTPD sama sekali tidak disampaikan atau SPTPD disampaikan, tetapi tidak diisi dengan benar. Pengertian penetapan pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang dilakukan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB yang  dikeluarkan karena wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD kepada kepala daerah tepat waktu atau berdasarkan hasil pemeriksaan didapati bahwa pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutang pajak. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB yang dikeluarkan karena wajib pajak tidak memenuhi kewajiban mengisi SPTPD yang seharusnya dilakukannya sehingga pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebsar 25 % dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Dalam kasus ini kepala daerah menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan SKBKB. Selain sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % dari pokok pajak yang terutang juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.


2. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)
            SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPDKBT diterbitkan jika ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Contoh wajib pajak yang kepadanya telah diterbitkan SKPDKB dan dalam jangka waktu paling lama lima tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, kepala daerah dapat menerbitkan SKPDKBT.

            Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar, yaitu dengan ditemukannya data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terutang bertambah, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi kenaikan pajak tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan pajak oleh fiskus.

3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)
      SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Contoh terhadap wajib pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan kepala daerah ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, kepala daerah dapat menerbitkan SKPDN. Penerbitan SKPDN  dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bahwa pajak terutang yang dibayar dan dilaporkan oleh wajib pajak telah sesuai ketentuan peraturan daerah tentang pajak daerah dimaksud. SKPDN dikhususkan bagi wajib pajak yang membayar pajak dengan sistem self asssessment.

4.      Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
STPD diterbitkan apabila :

  1. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
  2. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung atau
  3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
STPD diterbitkan baik terhadap wajib pajak yang melakukan kewajiban pajak yang dibayar sendiri maupun terhadap wajib pajak yang melaksanakan kewajiban pajak berdasarkan penetapan oleh kepala daerah. Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang. Sementara  itu, sanksi administrasi berupa denda dikenakan  karena tidak dipenuhinya ketentuan formal, misalnya tidak atau terlambat menyampaikan SPTPD.

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD karena poin a dan b di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama lima belas bulan sejak saat terutang pajak. SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran sebesar 2% sebulan dan ditagih melalui STPD.



 And then now, it's time to questions, let's check together monggo. . . . 

Explain kan dalam perpajakan, ada yang namanya penetapan dan ketetapan pajak, dasar hukum dari penetapan dan ketetapan pajak itu apa aja ya ?
Dasar Hukum :
- Terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, Tanggal 21 Desember 1994.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan Pengurangan atau Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal 22 Desember 2000.
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 18/PJ.24/1995 Tentang Perubahan atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 05/PJ.24/1995 Tanggal 3 Februari 1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tanggal 5 Mei 1995.


Explain how many kind about penetapan dan ketetapan pajak?
Macam-macam Penetapan dan Ketetapan Pajak :
-
Surat Tagihan Pajak ( STP ) ( Pasal 14 Undang-undang Nomor 28 TAHUN 2007 )
-
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB ) ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
-
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) ( Pasal 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007)
-
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB ) ( Pasal 17 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 )
-
Surat ketetapan Pajak Nihil ( SKPN ) ( Pasal 17 A Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000)
Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa.


Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
-
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
-
SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal :

-
Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (berlaku baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM).

-
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan sbb :


-
PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan sebesar 50%


-
PPh Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100%


-
PPN/PPn BM, kenaikan sebesar 100%.


-
Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan bahwa ; terdapat PPN yang seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.


-
Kewajiban Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar :



a)
100% untuk PPh sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT).



b)
50% untuk PPh Pemotongan/Pemungutan.


-
SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Contoh :
PT X mempunyai tahun buku sama dengan tahun takwin memasukkan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun pajak 2001 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran akhir .
Pada bu1an April 2003 dikeluarkan SKPKB yang menunjukkan kekurangan pajak yang terutang sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas maka atas kekurangan tersebut dikenakan sanksi bunga 2% ( dua persen) per bulan.
Walaupun SKPKB tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua) tahun sejak berakhirnya tahun pajak, sanksi bunga yang dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun dengan perhitungan sebagai berikut :
- Kekurangan pajak yang terutang                           Rp 2.000.000,-
- Bunga 2 tahun = 2% x 2 x 12 x Rp 2.000.000,-       Rp    960.000,-(+)
Masih harus dibayar                                                     Rp 2.960.000,-
Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan bulan Juni 2002 maka perhitungannya ada1ah sebagai berikut:
- Kekurangan pajak yang terutang                          Rp 2.000.000.-
- Bunga 18 bulan = 2% x 18 x Rp 2.000.000.-          Rp    720.000.-(+)
Masih harus dibayar                                                    Rp 2.720.000.-


What the punish on the Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)?




1.
Bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan atas pajak yang kurang dibayar.
2.
Kenaikan:

a.
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan telah ditegur:



sebesar 50 % dari PPh Badan/ orang pribadi yang kurang/tidak dibayar



sebesar 100% dari PPh pemotongan/pemungutan yang kurang atau tidak dibayar 



sebesar 100% dari PPN/PPn.BM yang tidak atau kurang dibayar 

b.
Sebesar 100% dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN/PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen)

c
Apabila kewajiban Pasal 28 dan 29 KUP tidak dipenuhi sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang :



sebesar 50 % dari PPh Badan/ orang pribadi yang kurang/tidak dibayar 



sebesar 100% dari PPh pemotongan/pemungutan yang kurang atau tidak dibayar


-
sebesar 100% dari PPN/PPn.BM yang tidak atau kurang dibayar




Sumber Referensi :
(www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=103)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Ketetapan_Pajak)
(http://www.ut.ac.id/html/suplemen/paja3345/sup5a.htm)